Selasa, September 23, 2008

Sisa Peninggalan Jaman Mezolitikum di Kaimana

Salah satu peninggalan prasejarah jaman mesolitikum yang masih tertinggal di Kaimana adalah lukisan dinding batu gaya Tabuniletin. Lukisan-likisan ini masih menyimpan misteri dan keunikan yang seakan menceritakan suatu jaman dengan suatu kehidupan tertentu. Lukisan-lukisan ini, dapat dijumpai di sekitar Teluk Triton dan Teluk Bisyari, Distrik/Kecamatan Kaimana atau di sekitar Kampung Maimai, Sisir, dan Namatota. Daya tarik Kaimana Rock Painting ini terletak pada letak dan bahan pewarna yang digunakan. Letak lukisan-lukisan ini terdapat pada tebing-tebing batu yang tinggi dan secara akal sehat manusia tidak mungkin dijangkau-apalagi teknologi jaman itu. Bahan cat atau pewarna yang digunakan hingga kini masih misteri, umumnya lukisan-lukisan ini berwarna merah darah dan hingga hari ini tak pudar dimakan jaman.
Lukisan dinding di Kaimana memiliki keunikan tersendiri dan berbeda dengan lukisan dinding yang terdapat di Kokas dan Raja Ampat, terutama dari segi kekayaan motifnya. Jika di Kokas dan Raja Ampat umumnya bermotif tapak tangan (finger-print), di Kaimana bukan saja finger print tapi ada lukisan ikan, binatang, tengkorak, matahari.

Untuk informasi lebih lanjut, klik saja http://kaimanatour.blogspot.com

Fort Du Bus 1828, Bukti Resmi Pertama Kekuasaan Belanda atas Pulau Nieuw Guinea

Benteng Fort Du Bus diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1828 sebagai bukti kekuasaan resmi Pemerintah Belanda atas Pulau New Guinea. Bertepatan dengan tanggal peresmian benteng tersebut, 24 Agustus, yang merupakan hari peringatan ulang tahun Raja Belanda Willem III yang diperingati setiap tahun, bertempat di kampung kecil bernama Lobo yang terletak di Teluk Triton ( Nama Teluk Triton dinamakan menurut nama Kapal corvet, Triton, yang ‘menemukan’ teluk tersebut. Nama asli teluk tersebut adalah Uru Lengguru), pada garis lintang 3˚42’ LS dan garis meridian 134˚15’4”, diresmikan sebuah benteng bernama Fort Du Bus. Pada saat itulah komisaris pemerintah Belanda, Van Delden membacakan proklamasi kekuasaan Belanda atas wilayah Nieuw Guinea.

Proklamasi tersebut berbunyi sebagai berikut: “Atas nama dan untuk Sri Baginda Raja Nederland, Pangeran Oranje Nassau, Hertog Agung Luxemburg dll, bagian dari Nieuw Guinea, serta daerah-daerah di pedalaman yang mulai pada garis meridian 141˚ sebelah timur Greenwich di pantai selatan dan dari tempat tersebut ke arah barat, barat daya dan utara sampai ke Semenanjung Goede Hoop di pantai utara, selain daerah-daerah Mansarai, Karondefer, Amberpura dan Ambarpon yang dimiliki oleh Sultan Tidore, dinyatakan sebagai miliknya.”

Upacara pada tangal tersebut di atas dianggap di Eropa sebagai tanda bahwa sejak waktu tersebut Belanda memiliki kedaulatan atas wilayah yang dinyatakan dalam proklamasi tersebut, sehingga wilayah tersebut tidak boleh lagi ditempati oleh kekuasaan-kekuasaan Eropa lainnya. Benteng tersebut pada tahun 1835, atas persetujuan pemerintah Belanda dibongkar karena ternyata perubahan-perubahan iklim dan pemondokan yang disediakan tidak memenuhi syarat sehingga mengganggu kesehatan prajurit Belanda yang ditugaskan menjaga benteng tersebut.

Eco-tourism Blogs - BlogCatalog Blog Directory